総目次

MAHLUKI DAENG NGASSENG (1921 - 1975)

DIMASA PENDUDUKAN TENTARA JEPANG DI GOWA
日本軍政時代 Gowa県 Tanetea 駐在の分県管理官の子孫

Nur Kasim、Wakita K.

"Bunken Kanrikan" dalam Organisasi Pemerintahan Sipil di Celebes (Kaigun Minseibu)日本海軍の軍政組織のなかの分県管理官

Pasukan Angkatan Laut Kekaisaran Dai Nippon (Jepang) atau Kaigun dari Grup 1 mendarat di Sampulungan, Takalar, tanggal 9 Pebruari 1942, pukul 03.40, selanjutnya menuju Kota Makassar melewati Aeng Batu-batu, Tanetea, Sungguminasa dan berhasil menduduki pertahanan tentara Belanda (KNIL) di Makassar pada siang harinya. Kota Makassar dijadikan pusat Pemerintahan Militer (Minseifu) untuk wilayah Indonesia Timur dan pusat Pemerintahan Sipil Sulawesi (Minseibu) .

Di bawah Minsebu, dibentuk Bunken yang dikepalai Bunken Kanrikan, yang merupakan wakil pemerintah militer di daerah, tugasnya hanya menjadi penghubung dengan Angkatan Perang Jepang dan meneruskan permintaan Angkatan Perang untuk mencukupi kebutuhan logistik dan bahan bangunan. Bunken yang pada masa Pemerintahan Belanda disebut onderafdeeling.

 日本軍政時代(1942-1945)海軍セレベス民政部はスラウェシ島内すべての地域に日本人の分県監理官を配置していた。分県監理官は分県地域を監理し、地域の王族と民政部との間の緊密な連絡・指示を行っていたという。なかでもボネ王国(ボネ県)は重要分県であるとして、優秀な人材を配置していたという。しかし具体的にどのような状態であったのか日本側に資料は残されいない。

Gambar atas: Organisasi pengendali kabupaten di Sulawesi (41 Bunken Kanrikan)
セレベス民政部 政務部4課 地方課が管轄するセレベス島内の分県一覧

'TUAN BUNKEN" の子供たち

Gowa県 Tanetea に駐在した分県監理官の正確な氏名は判らない。 “TUAN BUNKEN" または “TUAN KANRIKAN” と呼ばれていた。“TUAN BUNKEN" 氏は1942年2月9日にマカッサルの上陸作戦を実行した海軍司令部の一員で年齢は30歳と思われた。地元民を動員して Limbung 飛行場の建設や塹壕堀りなどの使命が与えられていたようだ。1943年には地元の女性で当時学校の教師をしていた MAHLUKI DAENG NGASSENG (1921 - 1975) と結婚し、Tanetea に住んでいた。

1945年8月15日に日本は敗戦、8月21日には豪州軍がマカッサルに上陸した。“TUAN BUNKEN"氏は家族を残し、ひそかに仲間の兵士とともに 東方の Bontomario 方面に逃亡する。TUAN BUNKEN夫人の従兄弟にあたる H.Muhammad Saleh Laja が数日後に隠れ場所に食料を届けに行ったのが最後で、その後の消息は全く分からない。 “TUAN BUNKEN" 氏の残した娘さんSitti Rostini Daeng Bulang(Noni さん、1945年生まれ)は1965年に結婚し6人の子供を授かるが一人は死亡、残る5人が ゴワ県などに住んでいる。この日系家族はいまも“TUAN BUNKEN"氏、生きていれば 100 歳以上、多分もう他界されてしまったかと思いつつも何かの伝手を求めている。

Salah seorang komandan batalyon pasukan Jepang yang mendarat di Sampulungan, 9 Pebruari 1942 diangkat sebagai Bunken Kanrikan tahun 1943 yang wilayahnya adalah selatan Sungai Jeneberang atau Sungguminasa, meliputi Pallangga, Limbung, Bontonompo, Galesong. Nama pribadi Bunken Kanrikan tersebut tidak diketahui oleh penduduk, ia hanya dikenal dengan nama panggilan jabatannya, yaitu “TUAN BUNKEN” atau “TUAN KANRIKAN”. Beberapa kampung yang dibawahi “TUAN BUNKEN” ditempatkan seorang tentara Jepang yang bertugas mengawasi situasi dan keamanan setempat, seperti di Bontolebang, Mr.SITO (Tuan Kacamata), di Moncobalang, Tuan Basi-basi, dan di Soreang, Tuan Tinggi.

TUAN BUNKEN, umur 30 tahun, sangat dikenal oleh penduduk di wilayah tugasnya dan dekat dengan Mapparessa Daeng Muang, Gallarang Aeng Batu-batu. Ia berkeinginan beristeri dengan penduduk pribumi, dan hal tersebut disampaikan kepada Kumala Daeng Te’ne, isteri Mapparessa Daeng Muang, Gallarang Aeng Batu-batu. Oleh Kumala Daeng Te’ne menunjuk adiknya bernama Mahluki Daeng Ngasseng, seorang guru di Sekolah Rakyat di Tanetea. Sekolah ini hanya memiliki 3 kelas.

“TUAN BUNKEN” menikah dengan “Mahluki Daeng Ngasseng” tahun 1943 dan tinggal bersama isterinya di Tanetea, kampung yang pernah dilewatinya menuju Kota Makassar pada saat pendaratan Pasukan Jepang di Sampulungan. Selain tinggal di Tanetea, ia juga tinggal di Bontomairo, tempatnya bertugas. Perkawinan “TUAN BUNKEN” dengan Mahluki Daeng Ngasseng melahirkan seorang anak perempuan, nama : Sitti Rostini Daeng Bulang atau nama kecil : Noni, lahir tahun 1945.

Mahluki Daeng Ngasseng lahir tahun 1921 di Tanetea, Gowa, adalah putri ketiga dari Awing Karaeng Towa, Anrong Guru Lempangang, Distrik Limbung, Gowa, dengan ibu Daeng Kanang. Saudara-saudara Mahluki Daeng Ngasseng, adalah :
Kumala Daeng Te’ne (perempuan), isteri Mapparessa Daeng Muang, Gallarang Aeng Batu-batu
Daeng Bau (perempuan)
Daeng Caya (perempuan), saudara kembar dengan Mahluki Daeng Ngasseng.
Bausad Daeang Tola (laki-laki).
Daeng Sirua (laki-laki)
Kamaruddin Daeng Sabu (laki-laki).
Yummi (perempuan).

Pada hari Rabu, dalam bulan Maret 1943, untuk pertama kalinya Pasukan Sekutu (Amerika, Inggris, Australia) menyerang Kota Makassar dengan membom pelabuhan Makassar. Atas serangan itu, Tentara Kekaisaran Jepang membangun pertahanan udara di selatan Kota Makassar dengan membuat lapangan terbang pesawat tempur (bandara) di Pannyangkalang dan beberapa bunker pertahaan udara (perlindungan militer dalam tanah) di sebelah timur Limbung,. Lapangan terbang ini dikerjakan bersama-sama dengan penduduk setempat yang dikordinir oleh Bunken Kanrikan. Penyerangan oleh Pasukan Sekutu ke Kota Makassar dan sekitarnya berlangsung sampai awal tahun 1945. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan kalah dalam Perang Dunia kedua. Kemudian pada tanggal 21 September 1945, Tentara Australia (bagian dari Pasukan Sekutu) mulai mendarat di Makassar dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang dan menciptakan ketertiban hukum. Bersamaan dengan kedatagan Tentara Australia, ikut pula bekas opsir-opsir NICA (Netherlands Indies Civiel Administration) dengan tujuan untuk mengambil alih pemerintahan sipil.

Atas kedatangan tentara Australia tersebut “TUAN BUNKEN” dan beberapa tentara Jepang lainnya yang sedang bertugas di Bontomairo melarikan diri ke timur Bontomairo, bersembunyi di bukit-bukit, yang sampai saat ini tidak diketahui nasib dan ujung rimbanya. Tentara Jepang yang masih hidup ditawan dan dibawa ke Makassar. Pertemuan terakhir antara “TUAN BUNKEN” dengan H.Muhammad Saleh Laja (sepupu Mahluki Daeng Ngasseng), adalah beberapa hari kemudian, pada saat H.Muhammad Saleh Laja mengantarkan makanan kepada “TUAN BUNKEN” di tempat persembunyiannya di bukit-bukit di timur Bontomairo.

“TUAN BUNKEN” yang telah melarikan diri, meninggalkan isterinya “Mahluki Daeng Ngasseng” dan putrinya yang masih bayi, “Sitti Rostini Daeng Bulang. Selanjutnya Mahluki Daeng Ngasseng bersama anaknya pindah ke Kampung Mangalli, Pallangga, yang kemudian diperisterikan oleh Surullah Karaeng Serang, yang tinggal di Jongaya, sebagai isteri kedua. Dari perkawinannya itu melahirkan 2 (dua) anak, yaitu :

Nurbaya Daeng Tongi (perempuan), tinggal di di Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
H.Gaffar Daeng Sigollo (laki-laki), tinggal di Mangalli, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa.
Mahluki Daeng Ngasseng meninggal dunia tanggal 19 Nopember 1975 di Mangalli,
Pallangga dan dikebumikan di kampung halamannya. di Tanetea. Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa.

Adapun Sitti Rostini Daeng Bulang atau Noni, anak perempuan “TUAN BUNKEN” kemudian menikah dengan M.Nadjib Daeng Nuntung, Pegawai Kantor Departemen Agama Kabupaten Gowa, pada tahun 1965, dan melahirkan 6 (enam) anak, yaitu;
Hj. Nurhayati, Sp.Pd (perempuan), tinggal di Tanetea, Desa Bontosunggu, Kabupaten Gowa.

Sakinah (perempuan), tinggal di Kabupaten Takalar. I Maduddin (laki-laki), tinggal di Tanetea, Desa Bontosunggu, Kabupaten Gowa. Muhyiddin (laki-laki), tinggal di Propinsi Riau. Bayi umur 2 bulan, meninggal dunia. Sitti Rostini Daeng Bulang meninggal dunia di Tanetea tahun 2010.

Sumber informasi 参考資料、情報源

Copyright (c) 1997-2020, Japan Sulawesi Net, All Rights Reserved.